A. Materi Aktivitas “Kodrat Murid”
1. Kodrat Keadaan
Modul Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh
terdiri dari beberapa materi. Kali ini kita akan mengulas materi kodrat keadaan
agar kita dapat memahami kodrat keadaan pendidikan yang sesuai dengan zaman
berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Kodrat keadaan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari dasar pendidikan murid. Kodrat keadaan terdiri dari
dua hal yaitu kodrat alam dan kodrat zaman.
Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwan segala
perubahan yang terjadi pada murid dihubungkan dengan kodrat keadaan, baik alam
maupun zaman. Lalu, bagaimana cara kita menghubungkan dasar pendidikan murid
dengan kodrat alam dan kodrat zaman? Kodrat alam adalah dasar
pendidikan murid yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan dimana
mereka berada. Murid dengan kodrat alam perkotaan sejatinya dilihat sebagai
bagian dari masyarakat perkotaan. Maka, pembelajaran yang diterima murid
sebaiknya mampu membantu mendekatkannya dengan konteks atau kodrat alamiah
bukan sebaliknya malah menjauhkannya.
Tidak jarang kita menjumpai guru membantu memberikan
ilmu dan wawasan diluar konteks dimana murid tinggal dan hidup. Misalnya,
mayoritas murid adalah anak petani karet, diberikan wawasan dan informasi
bagaimana menjaga kelestarian dan ekosistem laut. Sebenarnya tidak apa-apa,
mungkin saja murid akan mendapat informasi dan cara bagaimana menjaga
kelestarian laut. Apakah cara dan informasi itu sesuai dengan kodrat alam
murid? Oleh sebab itu, karena guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber
belajar murid maka, guru dapat membantu murid dengan memberikan pembelajaran
kontekstual.
Guru berperan sebagai penghubung murid dengan
sumber-sumber belajar yang ada disekitar murid atau di sekolah maupun dengan
sumber-sumber belajar digital yang mengaitkan setiap materi dengan konteks di
mana murid hidup. Misalnya, materi menjaga kelestarian alam, dikonteskan dengan
merawat pohon karet agar produksi getahnya semakin baik kualitasnya dengan
membersihkan gulma atau tanaman pengganggu pohon karet. Pembelajaran
kontekstual dan peran guru sebagai penghubung sangat dibutuhkan murid karena
itu akan membantu mereka menguatkan kekuatan-kekuatan kodratnya.
Sementara kodrat zaman adalah bagian dasar
pendidikan murid yang berhubungan dengan isi dan irama. Isi dan irama
pendidikan bergerak dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Muatan pendidikan
dan cara belajar dikala kita sebagai murid pasti berbeda dengan zaman saat ini.
Pendidikan setelah masa kemerdekaan tentu juga berbeda dengan pendidikan pada
abad ke-21. Maka, kita pendidik bergegas beradaptasi terhadap kodrat zaman
untuk membantu murid mencapai selamat dan bahagia.
Perubahan zaman merupakan keniscayaan yang tidak
mungkin dihindari dan dicegah. Perubahan zaman pun akan datang sendiri tanpa
diminta. Namun, banyak dari kita yang belum menyadari akan hal itu.
Kenyamanan-kenyamanan yang dirasakan saat ini akan diselimuti
kegelisahan-kegelisahan akibat perubahan zaman. Misalnya, kemajuan pesat
teknologi membuat cara belajar dan berinteraksi murid juga berubah. Jika tidak
kita siapkan dan beradaptasi dengan baik maka, murid-murid mungkin tidak akan
mampu hidup berdampingan dengan perubahan zaman.
Contohnya, guru yang terbiasa mengajar dengan
menggunakan metode utama ceramah, menyampaikan informasi-informasi yang sudah
ada di mesin pencari atau digital, membuat murid memiliki kompetensi yang tidak
relevan dan sesuai dengan keterampilan abad ke-21 yaitu berpikir kritis,
kreatif, komunikasi, dan kolaborasi. Maka sebagai pendidik, kita juga dapat
membantu memberikan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan
tersebut.
Seiring dengan perubahan yang terjadi dalam
pendidikan secara global, Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa
pengaruh-pengaruh dari luar hendaknya tetap dipilah, mana yang sesuai dengan
kearifan lokal, sosial, budaya Indonesia. Namun di era berlimpahnya informasi
saat ini, kita pendidik tidak bisa membatasi, menolak, dan memilih
informasi-informasi secara langsung. Pengaruh-pengaruh luar sangatlah banyak
dan terus-menerus membanjiri halaman kita.
Cara merespon banyaknya pengaruh luar tersebutlah
yang menjadi perhatian kita sebagai pendidik. Dengan begitu maka sebagai
pendidik, kita juga dapat membantu memberikan pembelajaran yang berorientasi
pada penguasaan kecakapan tersebut. Dengan begitu banyaknya informasi yang
datang, kita tidak bisa benar-benar menyaring mana yang diterima oleh murid.
Karena ia bisa mendapatkan informasi dari mana saja. Yang dapat dilakukan
pendidik adalah membantu anak untuk menemukan kecakapan berpikir kritis dalam
menerima dan merespon informasi.
Penanaman budaya kearifan lokal yang logis dapat
membantu murid menjadi bijak dalam kehidupannya. Jika kita dapat memegang kuat
kearifan lokal budaya indonesia. Kita juga akan mampu merespon pengaruh-
pengaruh luar dengan bijak. Sehingga adopsi muatan dan konten pengetahuan akan
sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di
Indonesia. Bahkan semakin menguatkannya menjadi kodrat alam dan kodrat zaman
dalam mendidik murid-murid kita.
Untuk mewujudkan dan menjaga itu semua diperlukan
prinsip-prinsip dalam melakukan perubahan. Ki Hadjar Dewantara menyebutnya
sebagai Asas Tricon : Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris.
Kontinyu, kemajuan kebudayaan merupakan keharusan lanjutan langsung dari
kebudayaan itu sendiri. Konvergensi kebudayaan menuju arah kesatuan kebudayaan
dunia atau kemanusiaan. Konsentris kebudayaan harus mempunyai karakteristik dan
sifat kepribadian sendiri sebagai pusatnya dalam lingkungan kebudayaan dunia
atau kemanusiaan.
Maka dengan menggunakan asas tricon sebagai prinsip
melakukan perubahan kebudayaan bangsa indonesia tidak akan tertinggal.
Kebudayaan indonesia akan berjalan beriringan dengan kebudayaan lain dan
memiliki karakter dan ciri khasnya sendiri. Mari kita refleksikan bersama:
Apakah kita sudah membantu memberikan pembelajaran berdasarkan kodrat keadaan
murid? Apa yang dapat kita lakukan sebagai pendidik agar kodrat keadaan murid
dapat menuntun kekuatan kekuatan dan potensi pada murid? Selamat belajar Bapak
dan Ibu Guru Hebat.
2. Kodrat Alam
Salam dan bahagia ibu dan bapak guru hebat. Selamat
datang kembali di modul Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh. Kali ini
kita akan meneruskan materi belajar tentang kodrat alam agar dapat memahami
bahwa setiap murid adalah individu yang utuh dan unik berdasarkan tujuan dan
asas pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
Kodrat alam merupakan bagian dari dasar pendidikan
murid yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan tempat murid berada.
Salah satu instrumen untuk pengembangannya adalah melalui pendidikan atau
tuntunan. Kita sebagai pendidik dapat merencanakan pengembangan kemampuan
berpikir murid agar akal budi murid terus berkembang sesuai kodrat alam nya.
Melihat murid sebagai individu yang utuh, bagian dari masyarakat, serta
lingkungannya menjadi keharusan bagi tumbuh dan hidupnya murid.
Kita tidak dapat memandang murid sebagai bagian yang
terpisah dari lingkungannya. Proses tumbuh dan hidupnya murid sangatlah
beragam. Potensi setiap anak berkembang dari tahapan yang sederhana menuju
tahapan yang lebih kompleks. Kodrat yang dimiliki setiap murid tidak sama.
Setiap anak memiliki kekuatan kodratnya. Bahkan, anak kembar identik pun
memiliki kodrat masing-masing. Oleh karenanya, murid sebagai individu yang unik
yang berbeda satu dari yang lain harus mendapatkan tuntunan yang tepat sesuai
dengan keunikannya. Sehingga murid dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Seorang anak yang dilahirkan dengan kodrat alam
perkotaan maka ia menjadi bagian dari alam masyarakat dan lingkungan perkotaan.
Oleh karena itu pendidik sebaiknya dapat menuntun murid untuk menemukan konteks
pembelajaran yang relevan terhadap dirinya dan lingkungan tempat mereka berada.
Misalnya, murid yang hidup di daerah pesisir mendapat wawasan mengenai bahaya
yang mengancam ekosistem laut dan melakukan penelitian bersama untuk menemukan
berbagai cara merawat dan menjaga lautnya seperti menanam mangrove. Murid bisa
mendapat pengetahuan akan bahaya sampah plastik jika dibuang ke laut dan
mengenal jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang ada di laut.
Kita pendidik sebaiknya membantu mendekatkan murid
dengan konteks kehidupannya bukan sebaliknya menjauhkan mereka dari konteks
kehidupannya. Begitu pula dengan potensi atau kekuatan yang ada pada murid. Ada
murid yang memiliki kekuatan atau potensi pada bidang seni, ada juga murid yang
memiliki potensi bahasa maka, kita sebagai pendidik perlu memiliki kepekaan dan
kemampuan untuk mengidentifikasi keunikan yang ada pada setiap murid agar
segala kodrat dan keunikannya mendapatkan tuntunan yang tepat dan dapat
membantu mereka mencapai selamat dan bahagia.
Sebagai pendidik kita dapat menggunakan metode,
strategi, dan teknik pembelajaran sesuai keunikan potensi masing-masing murid
untuk membantu mereka mengembangkan kekuatan kodratnya. Dengan demikian murid
akan merasa leluasa untuk mengeksplorasi potensinya dan menemukan
pengalaman-pengalaman belajar yang bermakna. Contohnya, yang memiliki potensi
seni diberi kesempatan atau ruang untuk menyelenggarakan pertunjukan seni
dengan tema yang dikaitkan dengan peminatan murid atau disesuaikan dengan
pembelajaran tertentu.
Dapat dibayangkan murid akan merasa senang, mereka
akan aktif mencari informasi dan menyajikan pemahamannya dalam bentuk
pertunjukan seni yang mereka sukai. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan kita bahwa
dalam melakukan pembaruan yang terpadu hendaknya selalu diingat bahwa segala
kepentingan anak-anak didik baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup
kemasyarakatannya jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang
berhubungan dengan kodrat keadaan, baik kodrat alam maupun kodrat zaman.
Ibu dan bapak guru mari kita resapi bersama : Apakah
kita sudah melihat murid sebagai individu yang utuh bagian dari alam semesta?
Apakah kita sudah peka dan mampu menemukan keunikan dari setiap murid kita?
Apakah kita sudah memberikan tuntunan yang sesuai dengan keunikan murid kita?
dan yang paling penting Apakah pembelajaran yang kita rancang sesuai dengan
kehendak murid dan mendekatkan murid dengan konteks kehidupan dan segala
potensinya. Selamat belajar ibu dan bapak guru hebat.
3. Kodrat Zaman
Kali ini kita akan mengulas materi tentang kodrat
zaman agar kita dapat memahami tujuan dan asas pendidikan sesuai zaman
berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan bergerak sangat dinamis
mengikuti perkembangan zaman. Kodrat zaman merupakan bagian dari dasar
pendidikan murid yang berkaitan dengan isi dan irama.
Selain kodrat alam, Ki Hadjar Dewantara mengungkapkan
dalam melakukan pembaharuan yang terpadu hendaknya selalu diingat bahwa segala
kepentingan anak-anak didik baik mengenai hidup diri pribadinya maupun
kemasyarakatannya jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang
berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun pada zaman. Sementara
itu segala bentuk isi dan irama yaitu cara mewujudkannya hidup dan
penghidupannya hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas
kehidupan kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat
kemanusiaan.
Ki Hadjar Dewantara ingin mengingatkan kita para
pendidik untuk menuntun murid mencapai kekuatan-kekuatan kodratnya sesuai
dengan alam dan zaman menggunakan asas tricon yaitu kontinyu, konvergen, dan
konsentris. Kontinyu, pendidik menuntun murid dengan perencanaan dan
pengembangan secara berkesinambungan menyatu dengan alam masyarakat Indonesia
untuk mewariskan peradaban. Konvergen, pendidik menuntun murid dengan pemikiran
terbuka terhadap segala sumber belajar, mengambil praktek-praktek baik dari
kebudayaan lain, dan menjadikan kebudayaan kita bagian dari alam universal.
Konsentris, pendidik menuntun murid dengan berdasarkan kepribadian karakter dan
budaya kita sendiri sebagai pusatnya.
Asas tricon diyakini mampu menghadapi derasnya arus
perubahan kodrat zaman seperti abad ke-21 secara global. Pendidikan saat ini
ditekankan untuk menuntun anak memiliki keterampilan abad ke-21 yaitu berpikir
kritis dan solutif, kreatif dan inovatif, serta mampu berkomunikasi dan
berkolaborasi. Meskipun demikian pengaruh pengaruh global harus disaring.
Seleksi menggunakan kekuatan utama bangsa Indonesia yaitu kearifan local,
sosial budaya sehingga isi dan irama pendidikan berupa konten atau muatan
pengetahuan yang diadopsi selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks
sosial budaya yang ada di Indonesia. Maka, cara mendidik pun harus sesuai
dengan tuntutan zaman.
Cara belajar dan interaksi murid abad ke-21 tentu
berbeda dengan murid di pertengahan abad ke-20 seperti apa yang dikatakan Ki
Hajar Dewantara “didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntunan
alam dan zamannya”. Misalnya, guru membantu murid untuk melakukan refleksi diri
sebagai proses mengenali dan melihat kembali potensi dirinya kemudian murid
diajak untuk mengamati keadaan sekolah dan lingkungannya. Setelah itu murid
menganalisis permasalahan dan potensi yang muncul dari hasil pengamatannya. Ini
adalah contoh belajar berpikir kritis.
Guru kemudian mengajak murid untuk berkreasi, merespon
potensi dan isu yang terkoneksi dengan dirinya melalui proses berproyek yang
bisa mereka lakukan secara individu maupun berkelompok. Ini adalah bentuk
belajar kreativitas dan kolaborasi. Lalu murid mengkomunikasikan karyanya
melalui berbagai format presentasi seperti misalnya pameran sosialisasi atau
seminar kepada publik atau audien yang akan terdampak dari karyanya. Ini adalah
bentuk belajar komunikasi. Dengan pembelajaran tersebut, murid merasa lebih
merdeka dan bertanggungjawab atas pengalaman belajarnya bukan karena tuntutan
yang membelenggu kemerdekaannya.
Ibu dan bapak guru mari kita renungkan : Apakah kita
sudah mendidik murid kita sesuai dengan kodrat jamannya? Apa yang dapat kita
lakukan untuk menuntun mereka agar berdaya sesuai kodrat jamannya? Selamat
belajar ibu dan bapak guru hebat salam dan bahagia
B. Materi Aktivitas “Trikon”
Kali ini kita akan mengulas materi tentang asas
Trikon; kontinyu, konvergen, dan konsentris dalam pendidikan serta contoh
penerapannya di dalam kelas agar kita dapat memahami tujuan dan asas pendidikan
berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
Pendidikan adalah suatu proses yang dinamis.
Pendidikan terus berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi zaman dan juga
kondisi murid. Jangan dibayangkan sistem pendidikan sebagai sebuah sistem besar
yang hanya dipikirkan dan diurus oleh para pakar dan penentu kebijakan di
pusat. Sekolah atau bahkan kelas juga merupakan suatu system pendidikan dengan
ruang lingkup yang kecil namun merupakan ujung tombak berjalannya sistem pendidikan.
Setiap sekolah memiliki kondisi dan permasalahan
masing-masing sehingga pengembangan satu sekolah dengan sekolah lain sangat
beragam sesuai karakteristik lingkungannya. Misalnya, kondisi geografis
Indonesia yang beragama mendorong proses pendidikan yang dinamis. Sekolah yang
berada di lingkungan pantai dapat mengkontekstualkan proses pendidikannya
sesuai dengan lingkungan pantai tempat murid tinggal seperti menanam pohon
bakau untuk mencegah abrasi pantai. Begitu pula sekolah yang berada di pegunungan,
guru dapat mengajak murid untuk menjaga pohon agar terhindar dari bahaya tanah
longsor.
Dengan demikian guru memfasilitasi proses belajar
murid sesuai dengan keadaan lingkungan murid dan potensi yang dimiliki.
Sehingga murid dapat melihat hubungan antara dirinya dengan lingkungan,
masalah, serta potensi yang terhubung pada dirinya dengan proses pendidikan
yang berjalan sangat dinamis. Budaya, kebudayaan, atau cara hidup bangsa itu
bersifat kontinyu; bersambung tak putus-putus. Dari zaman penjajahan sampai
zaman kemerdekaan, perkembangan dan kemajuan kebudayaan serta cara hidup bangsa
terus menerima pengaruh nilai-nilai baru.
Proses pembelajaran sejatinya tidak pernah putus.
Usaha sadar yang menikmati setiap proses belajar karena dilakukan sukarela.
Kemauan belajar, rasa ingin tahu, dan motivasi internal dalam diri murid perlu
distimulasi. Sehingga, akan melahirkan murid yang memiliki kemampuan pengaturan
kegiatan belajarnya sendiri atau self-regulatory learning.
Ibu dan bapak guru, dalam pembelajaran lingkungan
hidup, guru dapat mengajak murid berkegiatan di halaman dan lingkungan sekitar
sekolah. Kemudian guru meminta murid untuk mengamati dan memberikan beberapa
pertanyaan pemantik diskusi. Harapannya, murid akan menjawab dengan berbagai
macam hal yang bisa ditemui secara langsung, seperti pohon-pohon, pot bunga,
tempat sampah, sampah yang tertinggal di halaman sekolah, atau bahkan
menceritakan pengalaman di lingkungan rumahnya masing-masing.
Proses dialog yang terjadi memberikan ruang kepada
murid untuk mengekspresikan rasa yang ia miliki dan temukan. Kemudian jika ada
murid yang merasa tidak tertarik dengan lingkungan sekolah yang sedang
dikunjungi, guru bisa berdialog mengenai lingkungan seperti apa yang ingin
murid kunjungi dan menarik untuknya. Guru memfasilitasi murid untuk menentukan
tujuan apa yang ingin dipelajari, memantau proses pembelajaran yang dilalui,
dan membimbing murid untuk melakukan refleksi terhadap pengalaman belajar yang
telah dilalui murid agar ia dapat memahami hubungan dirinya dengan
lingkungannya, peran dan tugasnya di dalam lingkungan tersebut, serta
kontribusinya dalam menjaga lingkungan.
Apabila murid mampu memahami hubungan diri dan
lingkungannya, ia dapat pula belajar memahami peran dan kontribusi dirinya
terhadap lingkungan serta menindaklanjuti peran dan kontribusinya tersebut. Hal
ini juga dapat mendorong terbentuknya kemampuan pengaturan belajar mandiri atau
self-regulatory learning, Konvergen. Pengembangan yang dilakukan dapat
mengambil dari berbagai sumber di luar, bahkan dari praktek pendidikan di luar
negeri seperti yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara ketika mempelajari
berbagai praktek pendidikan dunia. Misalnya, Maria Montessori, Froebel, dan
Rabindranath Tagore.
Dalam dunia pendidikan pun banyak system pendidikan
yang masuk ke Indonesia tidak lantas kita terima mentah-mentah. Kita perlu
mengolahnya dan hanya menerima yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan. Dalam
hal ini Ki Hadjar Dewantara menggambarkan manusia sebagai titik kecil yang
kemudian bersama dengan yang lain membentuk lingkaran besar atau keluarga, dan
menjadi lingkaran yang lebih besar lagi atau organisasi. Pengembangan
pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri.
Oleh karena itu meskipun Ki Hajar Dewantara menganjurkan kita untuk mempelajari
kemajuan bangsa lain namun tetap semua itu ditempatkan secara konsentris dengan
karakter budaya kita sebagai pusatnya.
Implementasi konsep trikon ; kontinyu, konvergen, dan
konsentris; bisa kita amati atau bahkan kita refleksikan dari apa yang sudah
terjadi dalam proses pembelajaran. Manajemen kelas yang mengatur berjalannya
proses pembelajaran tentunya melalui sebuah perencanaan dan dilakukan secara
terus- menerus sehingga pengelolaan perilaku, lingkungan, dan kurikulum
berjalan dengan efektif. Konsisten dalam menjalankan manajemen kelas ini, salah
satu contoh implementasi asas kontinu dalam pendidikan. Murid diberikan
kemerdekaan untuk belajar, bertanya, dan mengembangkan potensinya.
Kesinambungan manajemen kelas yang konsisten
memberikan ruang kepada murid untuk mengeksplorasi gagasan, ide, dan
kreativitasnya. Seringkali pembelajaran STEAM ini dipahami sebagai pembelajaran
menggunakan teknologi tinggi seperti robotic komputasi atau codding. Padahal,
bisa diartikan lebih luas seperti teknologi fermentasi tempe, teknologi
pewarnaan batik, ataupun teknologi pengawetan makanan, seperti pembuatan ikan
asin atau ikan asap.
Dengan memahami konsep pembelajaran STEAM maka guru
dapat menyesuaikan keinginan belajar murid dengan kondisi ketersediaan daya
dukung untuk belajar dengan tetap menghadirkan nilai-nilai local. Meskipun
metode pembelajaran dalam pendidikan bisa mengacu pada konsep manapun secara
terbuka, tapi hal itu tetap harus dilakukan secara konsentris yaitu tetap
mempertahankan jatidiri bangsa dan menjadi diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar