Selalu Setia Memberikan Informasi Yang Terbaik

Selalu Setia Memberikan Informasi Yang Terbaik

6 Cara untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional (EQ)


Kecerdasan emosional (EQ) adalah bagaimana Anda mengekspresikan emosi dan mengatasinya dengan cara yang positif bahkan di situasi yang penuh tekanan. Orang dengan EQ tinggi sering mampu untuk berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain, mengatasi kesulitan dan meredakan konflik. Pengetahuan dan pemahaman ini, sebagian besarnya, merupakan proses non-verbal yang membentuk pemikiran dan mempengaruhi seberapa baik Anda berhubungan dengan orang lain.

IQ dan EQ, apa bedanya?
Tidak seperti kecerdasan intelektual atau yang dikenal dengan IQ, EQ adalah kemampuan yang bisa dipelajari, bukan sesuatu yang Anda bawa sejak lahir. Namun, mempelajari kecerdasan emosional tak ada artinya jika Anda tidak menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan. Hanya karena Anda tahu bahwa Anda harus melakukan sesuatu, bukan berarti Anda akan melakukannya—terutama saat Anda terbebani stres, yang bisa mengalahkan niat baik Anda.
Seperti yang diketahui, menjadi orang tercerdas yang paling sukses tak menjamin Anda bisa menjadi orang paling sejahtera dalam hidup. Anda mungkin mengenal orang yang cemerlang secara akademis tetapi tidak kompeten secara sosial, dan tidak berhasil dalam pekerjaan atau hubungan pribadinya. Kecerdasan intelektual (IQ) tidaklah cukup untuk dengan sendirinya sukses dalam kehidupan.
Ya, IQ Anda bisa membantu Anda masuk ke perguruan tinggi, tetapi kecerdasan emosional alias EQ-lah yang akan membantu Anda mengatasi stres dan emosi saat menghadapi ujian akhir. IQ dan EQ ada secara bersamaan dan akan paling efektif saat keduanya saling membangun satu sama lainnya.
Empat hal dalam hidup Anda yang bisa berantakan tanpa EQ

1. Kinerja Anda di sekolah atau pekerjaan
Kecerdasan emosional dapat membantu Anda mengatasi masalah sosial di tempat kerja, memimpin dan memotivasi orang lain, dan menjadi unggul dalam karir Anda. Bahkan, jika sudah menyangkut penilaian calon karyawan, banyak perusahaan yang sekarang menganggap kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kemampuan teknis dan menggunakan tes EQ sebelum mempekerjakan mereka.

2. Kesehatan fisik Anda
Jika tidak mampu mengatasi emosi, kemungkinan Anda juga tidak bisa mengatasi stres. Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius.
Stres yang tidak terkendali bisa meningkatkan tekanan darah, menekan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, berkontribusi terhadap ketidaksuburan, dan mempercepat proses penuaan. Langkah pertama untuk meningkatkan kecerdasan emosional adalah dengan belajar cara meredakan stres.

3. Kesehatan mental Anda
Emosi dan stres yang tidak terkendali juga bisa berdampak pada kesehatan mental, membuat Anda rentan terhadap kecemasan dan depresi. Jika Anda tidak bisa memahami emosi Anda, tidak merasa nyaman dengan emosi Anda, dan tak bisa mengatasi emosi Anda, Anda akan berisiko tidak mampu membangun hubungan yang kuat, yang bisa membuat Anda merasa kesepian dan terisolasi.

4. Hubungan Anda dengan orang lain
Dengan memahami emosi Anda dan mengetahui cara mengatasinya, Anda akan lebih mampu mengekspresikan bagaimana perasaan Anda dan memahami perasaan orang lain. Ini memungkinkan Anda untuk berkomunikasi secara lebih efektif dan membangun hubungan yang lebih kuat, baik di tempat kerja maupun di kehidupan pribadi Anda.

Enam kunci untuk meningkatkan EQ

1. Mengurangi emosi negatif
Mungkin inilah aspek EQ yang paling penting, yaitu kemampuan untuk mengatasi emosi diri secara efektif sehingga tidak membebani pikiran dan tidak mempengaruhi kemampuan Anda mengambil keputusan.

Untuk mengubah perasaan negatif Anda tentang suatu situasi, pertama Anda harus mengubah cara berpikir Anda tentang hal tersebut. Misalnya, cobalah agar tidak mudah berprasangka buruk terhadap tindakan orang. Ingat, mungkin saja ada maksud baik di balik tindakan mereka.

2. Berlatih tetap tenang dan mengatasi stres
Sebagian besar orang pasti pernah mengalami stres dalam kehidupan. Bagaimana Anda mengatasi situasi stress ini akan mempengaruhi EQ. Misalnya, apakah Anda bersikap asertif, atau reaktif? Tetap tenang, atau kewalahan?

Saat berada dalam tekanan, hal paling penting untuk diingat adalah menjaga diri tetap tenang. Misalnya dengan membasuh wajah dengan air dingin atau mulai berolahraga aerobik untuk mengurangi stres.

3. Berlatih mengekspresikan emosi yang tak mudah
Ada masa-masa dalam kehidupan di mana Anda perlu untuk membuat batasan sehingga orang lain tahu di mana posisi Anda. Ini bisa mencakup:
memberanikan diri untuk tidak sependapat dengan orang lain (tanpa bersikap kasar) berkata “tidak” tanpa merasa bersalah menetapkan prioritas pribadi berusaha mendapatkan apa yang berhak Anda dapatkan melindungi diri sendiri dari tekanan dan gangguan.

4. Bersikap proaktif, bukan reaktif, saat berhadapan dengan orang yang memicu emosi Anda
Kebanyakan orang pasti pernah dihadapkan pada orang-orang yang menyebalkan atau mempersulit hidup Anda. Anda mungkin akan “terjebak” dengan orang seperti ini di tempat kerja atau bahkan di rumah. Sangat mudah untuk membiarkan orang-orang seperti ini memengaruhi Anda dan merusak hari Anda. 

Anda dapat mencoba menenangkan diri dulu sebelum Anda berbicara dengan orang yang sering memicu emosi negatif di diri Anda, terutama ketika Anda merasa marah. Anda juga bisa mencoba melihat situasi dari sudut pandang orang tersebut.
Namun demikian, berempati bukan berarti mentoleransi perilaku yang tidak pantas. Anda tetap perlu menekankan bahwa ada konsekuensi untuk segala hal.

5. Kemampuan untuk bangkit dari kesulitan
Hidup tidak selalu mudah—semua orang tahu itu. Bagaimana Anda memilih untuk berpikir, merasa, dan bersikap saat dalam situasi sulit, sering kali bisa menentukan apakah Anda akan terus punya harapan atau malah putus asa, apakah Anda akan terus optimis atau malah frustrasi, dan apakah Anda akan mengalami kemenangan atau justru kekalahan.

Dalam setiap situasi sulit yang dijumpai, ajukan pertanyaan seperti,
“Apa pelajaran yang bisa diambil di sini?”
“Bagaimana saya bisa belajar dari pengalaman ini?”
“Apa yang paling penting sekarang?”
“Jika saya berpikir dengan cara yang berbeda, apa ada jawaban yang lebih baik?”
Semakin tinggi kualitas pertanyaan yang Anda ajukan, semakin baik pula jawaban yang akan Anda dapatkan. Ajukan pertanyaan yang membangun berdasarkan proses belajar dan prioritas, dan Anda bisa mendapatkan sudut pandang yang tepat untuk membantu Anda mengatasi situasi yang sedang dihadapi.

6. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dalam hubungan pribadi
Kemampuan untuk secara mengungkapkan emosi penuh kasih sayang sangat penting untuk mempertahankan hubungan pribadi yang erat. Emosi ini dapat tersampaikan melalui perkataan, bahasa tubuh, dan perilaku. Misalnya melalui kontak mata yang positif, senyum, mendengarkan dengan empati, atau sekadar menawarkan makanan. 

Anda tak hanya harus bisa berbagi perasaan mendalam dengan orang lain dalam hubungan pribadi Anda, namun Anda juga harus dapat merespon dengan positif saat orang tersebut mengekspresikan emosi yang mendalam kepada Anda.

Sumber Asli;



MEMBANGUN KERJASAMA ANTAR UMAT BERAGAMA


a.   Pengertian Kerjasama Antar Umat Beragama
pulpenguru.blogspot.com
Kerjasama umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah terdaftar di pemerintah daerah. Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan. Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan :  
1.   Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2.   Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3.   Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4.   Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara atau Pemerintah.
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara.

b. Manfaat Kerjasama Antar Umat Beragama
   
suduthukum.com

 Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan negara. Dialog antar umat beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa. "Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara,"
Tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan. Pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama.
Kerjasama di antara umat beragama merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan kerjasama yang erat di antara mereka, kehidupan dalam masyarakat akan menjadi aman, tenteram, tertib, dan damai. Bentuk kerjasama antar umat beragama di antaranya sebagai berikut:
1.   Adanya dialog antar pemimpin agama
2.   Adanya kesepakatan di antara pemimpin agama untuk membina agamanya masing-masing.
3.   Saling memberikan bantuan bila terkena musibah bencana alam

Kerjasama Antar Umat Beragama

Kerja sama merupakan hubungan yang dinilai paling berhasil dalam suatu kemajemukan. Oleh karenanya hal ini menjadi mutlak dilakukan di negara kita yang majemuk. Kerja sama harus dilakukan untuk menghasilkan pembaruan yang diinginkan. Selain itu, kerja sama juga dapat memperkuat atau memberdayakan orang atau kelompok lain yang belum terlibat. Dengan kerja sama, masalah-masalah akibat perbedaan etnis, agama, dan budaya dapat diatasi. Contoh, kerja sama dalam pembangunan jembatan yang rusak dapat menyatukan warga di wilayah yang berbeda. Kerja sama dapat pula dilakukan antarumat beragama. Kerja sama antarumat beragama meliputi berbagai bidang. Beberapa bidang kerja sama antarumat beragama antara lain sebagai berikut :
1.    Penegakan Keadilan
Kerjasama antarumat beragama dapat menghasilkan langkah-langkah strategis untuk mengurangi atau memberantas praktik ketidakadilan yang sudah menyengsarakan rakyat dan umat dalam waktu yang cukup lama. Misalnya, dengan melaporkan pihak yang melakukan korupsi kepada penegak hukum.
2.  Perbaikan taraf hidup  (ekonomi)
Kerja sama antarumat beragama memungkinkan adanya perbaikan taraf hidup bagi pemeluknya. Salah satu contoh kerja sama dalam bidang ini adalah penggalangan dana untuk membantu korban bencana dan membuka lapangan kerja untuk warga yang belum bekerja.
3.   Perbaikan Akhlak
Para pemimpin dan tokoh-tokoh agama dituntut untuk bisa bekerja sama dalam menyuarakan kehendak agama demi kebaikan, perdamaian, kebahagian, dan keselamatan umat manusia. Misalnya dengan mendukung diberantasnya perilaku seks bebas yang dapat merusak mental dan perilaku remaja.

Jangan lupa >>>>>Mohon Tanggapan dengan mengisi form dengan klik disini>>>>>>>>>>

c.   Kendala-Kendala dalam Kerukunan Antar Umat Beragama
1)  Rendahnya Sikap Toleransi

Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.

Jangan lupa >>>>>Mohon Tanggapan dengan mengisi form dengan klik disini>>>>>>>>>>
2) Kepentingan Politik

kompasiana.com
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.

3) Sikap Fanatisme

Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan
Pamela Espland dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar Ramaja Gaul menuliskan 9 (sembilan) alasan bagi para remaja untuk pergi ke rumah ibadah atau menghadiri pertemuan-pertemuan keagamaan, yaitu sebagai berikut :
1.   Komunitas religius mengurangi tindakan-tindakan penuh resiko. Remaja yang aktif dalam kegiatan keagamaan memiliki risiko yang lebih kecil untuk terkena pengaruh negatif pergaulan, seperti penggunaan obat-obat terlarang, pergaulan bebas, dsb, dibandingkan dengan remaja yang tidak bergabung dengan komunitas keagamaan.
2.   Komunitas religius mengajarkan nilai-nilai. Nilai-nilai kebaikan ini akan mengarahkan para pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan membuat pilihan-pilihan positif.
3.   Komunitas religius tidak memiliki batasan usia. Tiadanya batasan usia membuat kita dapat bertemu dengan orang-orang dari berbagai tingkatan usia.
4.   Komunitas religius menyediakan perlindungan dan sandaran. Kamu akan menjalin hubungan dengan guru-guru pelajaran agama, pemimpin kaum muda, rekan sebaya, keluarga, dan pembimbing yang peduli padamu dan selalu siap membantu pada saat senang dan susah.
5.   Komunitas religius menaruh harapan tinggi pada kaum muda. Pemahaman akan potensi besar membuat komunitas religius selalu memotivasi dan memfasilitasi remaja untuk tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, sukses dan berprestasi.
6.   Komunitas religius menyediakan kesempatan agar kamu menjadi anggota kelompok yang bisa berkontribusi.
7.   Komunitas religius mendorong kamu untuk melayani orang lain. Orang yang terbaik adalah orang yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain.
8.   Komunitas religius memupuk kemampuan bersosialisasi dan sifat kepemimpinan. Komunitas ini memberi kesempatan pada remaja untuk memimpin, merencanakan program, menjadi pemimpin agama bagi rekan-rekan sebaya dan anak yang lebih muda melalui kegiatan positif.
9.   Komunitas religus menawarkan stabilitas. Sesuatu yang dibuat oleh manusia pasti akan mengalami perubahan. Hanya nilai-nilai dan ajaran agama yang berasal dari Tuhan yang tidak akan pernah berubah.
Sumber :
  1. Slamet, dkk 2016, Materi Layanan Klasikal Bimbingan dan Konseling untuk SMA-MA kelas 12,     Yogyakarta, Paramitra 
  2. Triyono, Mastur, 2014, Materi Layanan Klasikal Bimbingan dan Konseling bidang pribadi, Yogyakarta, Paramitra 
  3. Eliasa Imania Eva, Suwarjo.2011.Permainan (games) dalam Bimbingan dan Konseling.Yogyakarta: Paramitra
>>>>>Mohon Tanggapan dengan mengisi form dengan klik disini>>>>>>>>>>